Latar Belakang Kemajemukan Bangsa Indonesia
1. Latar Belakang Historis
Dalam pelajaran sejarah, kita telah mengetahui bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia sekarang ini berasal dari Yunan, yaitu suatu wilayah di Cina
bagian selatan yang pindah ke pulai-pulau di Nusantara. Perpindahan ini
terjadi secara bertahap dalam waktu dan jalur yang berbeda. Ada kelompok
mengambil jalur barat melalui selat Malaka menuju pulau Sumatera dan
Jawa. Sedangkan kelompok lainnya mengambil jalan ke arah timur, yaitu
melalui kepulauan Formosa atau Taiwan, di sebelah selatan Jepang, menuju
Filipina dan kemudian meneruskan perjalanan ke Kalimantan. Dari
Kalimantan ada yang pindah ke Jawa dan sebagian lagi ke pulau Sulawesi.
Perbedaan jalur perjalanan, proses adaptasi di beberapa tempat
persinggahan yang berbeda, dan perbedaan pengalaman serta pengetahuan
itulah yang menyebabkan timbulnya perbedaan suku bangsa dengan budaya
yang beranekaragam di Indonesia.
2. Kondisi Geografis
Merupakan suatu kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri
atas pulau-pulau yang satu sama lain dihubungkan oleh laut dangkal yang
sangat potensial. Selain itu, bentuk pulau-pulau itu memperlihatkan
relief yang beranekaragam. Perbedaan-perbedaan lainnya menyangkut curah
hujan, suhu dan kelembaban udara, jenis tanah, flora dan fauna yang
berkembang di atasnya.
Perbedaan-perbedaan kondisi geografis ini telah melahirkan berbagai suku
bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan
perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi
tersebut, misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagangan dan
lain-lain.
3. Keterbukaan Terhadap Kebudayaan Luar
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat
dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman
masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh asing pertama yang
mewarnai sejarah kebudayaan Indonesia adalah ketika orang-orang India,
Cina, dan Arab mendatangi wilayah Indonesia, disusul oleh kedatangan
bangsa Eropa. Bangsa-bangsa tersebut datang membawa kebudayaan yang
beragam.
Daerah-daerah yang relatif terbuka, khususnya daerah pesisir, paling
cepat mengalami perubahan. Dengan semakin baiknya sarana dan prasarana
transportasi, hubungan antarkelompok masyarakat semakin intensif dan
semakin seringpula mereka melakukan pembauran. Sedangkan daerah yang
terletak jauh dari pantai umumnya hanya terpengaruh sedikit, sehingga
berkembang corak budaya yang khas pula.
J. Konsekuensi Masyarakat Multikultural
1. Interseksi
a. Pengertian Interseksi
Interseksi adalah titik perpotongan atau pertemuan atau persilangan
antara dua garis atau dua arah. Menurut Soerjono Soekanto, dalam kamus
sosiologi, section atau seksi adalah suatu golongan etnis dalam suatu
masyarakat yang majemuk, misalnya etnis Sunda, Jawa, Bugis, Minang dan
lain-lain. Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa interseksi
merupakan persilangan atau pertemuan keanggotaan suatu kelompok sosial
dari berbagai seksi baik berupa suku, agama, jenis kelamin, kelas sosial
dan lain-lain dalam suatu masyarakat majemuk.
Secara sederhana, perbedaan suku bangsa, agama, ras daerah dan kelas
sosial saling silang-menyilang satu sama lain, sehingga menghasilkan
golongan-golongan yang juga saling silang menyilang. Oleh sebab itu, di
banyak daerah, penggolongan individu-individu akan sekaligus menempatkan
seseorang atau kelompok masyarakat pada beberapa kriteria.
Sebagai suatu proses sosial, interseksi mempunyai akibat terhadap kemajemukan masyarakat, diantaranya:
1) Meningkatkan solidaritas
2) Menimbulkan potensi konflik
b. Saluran Interseksi di Indonesia
Persilangan keanggotaan suatu kelompok sosial tidak terjadi
begitu saja, namun dibantu dengan adanya interaksi di antara berbagai
seksi. Interaksi antara satu seksi dengan seksi lainnya dilakukan
melalui hubungan ekonomi, sosial dan politik.
1) Hubungan ekonomi
a) Melalui perdagangan
b) Melalui perindustrian
2) Hubungan sosial
a) Melalui perkawinan
b) Melalui pendidikan
3) Hubungan politik
Hubungan diplomatik atau hubungan antar negara juga akan menyebabkan
terjadinya proses interseksi di antara para pejabat atau utusan dari
masing-masing negara.
2. Konsolidasi
Merupakan perbuatan yang memperteguh atau memperkuat suatu hubungan.
Jadi, konsolidasi adalah suatu proses penguatan atau peneguhan
keanggotaan individu atau beberapa kelompok yang berbeda dalam suatu
kelompok sosial, melalui tumpang tindih keanggotaan. Konsolidasi
merupakan suatu proses yang berlangsung pada masyarakat majemuk.
Di dalam berbagai masyarakat, selalu terjadi konsolidasi atau tumpang
tindih kriteria penentu keanggotaan kelompok atau kelas sosial. Tumpang
tindih terjadi misalnya antara suku bangsa dengan agama, suku dengan
pekerjaan, duku dengan kelas sosial dan lain-lain. Sehingga identitas
agama dapat sekaligus merupakan identitas suku bangsa yang bersangkutan
atau identitas suku dengan pekerjaan tertentu. Misalnya suku Melayu
identik dengan agama Islam, suku Bali identik dengan agama Hindu, suku
Minang dan Cina identik dengan pekerjaan dagang atau usaha jasa.
3. Mutual Akulturasi
Jika suatu kelompok masyarakat dengan tipe kebudayaan tertentu memiliki
sikap terbuka dengan kebudayaan lain, maka akan terjadi mutual
akulturasi. Suatu mutual akulturasi didahului oleh interseksi yang
berjalan terus-menerus sehingga menimbulkan rasa saling menyukai
kebudayaan lainnya dan secara sadar atau tidak, individu-individu
masyarakat tersebut akan mengikuti dan menggunakan perwujudan kebudayaan
lain tadi. Misalnya, makanan dari beberapa etnis diminati dan disukai
oleh kelomok masyarakat lainnya.
4. Primordialisme
Primordialisme adalah suatu pandangan atau paham yang memegang
teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat
istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam
lingkungan pertamanya sehingga membentuk sikap tertentu. Primordial
artinya ikatan-ikatan utama seseorang dalam kehidupan sosial, dengan
hal-hal yang dibawa sejak kelahirannya, seperti suku bangsa, ras, daerah
dan sebagainya.
Primordialisme muncul disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut:
1) Adanya sesuatu yang dianggap istimewa pada rasnya, suku bangsanya, agamanya atau daerah kelahirannya
2) Sikap ingin mempertahankan keutuhan kelompok atau komunitas dari ancaman luar
3) Adanya nilai-nilai yang dijunjung tinggi karena berkaitan dengan
keyakinan, misalnya nilai keagamaan, falsafah hidup dan lain-lain.
5. Stereotip Etnis
Stereotip etnis berkaitan dengan ras, suku bangsa, kepercayaan,
pekerjaan maupun kebangsaan. Pada hakikatnya seteotip merupakan
imaginasi mentalitas yang kaku, yaitu dalam wujud pemberian penilaian
negatif yang ditujukan kepada out-groupnya. Sebaliknya kepada sesama
in-group akan memberikan penilaian yang positif. Stereotip dengan
outgroup yang kaku dapat menyebabkan timbulnya prasangka (prejudice)
yang kuat.
Tumbuhnya stereotip dalam diri seseorang adalah sebagai akibat
pengaruh suatu persepsi tertentu dan berfungsi untuk meyakinkan diri
sendiri. Adanya berbagai perbedaan ras diantara segmen penduduk yang
porsinya tidak sama dalam wilayah geografis atau sosial, akan dapat
menimbulkan kesulitan. Stereotip etnis ini dapat menyebabkan seseorang
bersifat konservatif dan tertutup terhadap hal-hal baru dan asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar